Jantung Bisa Mengingat

Kutipan favorit

Pada 1988, Penulis Paul Pearsall menemukan dirinya terbaring di sebuah rumah sakit tanpa diagnosa yang jelas, kecuali secara samar-samar, Paul merasa jantungnya berusaha mengatakan kepadanya suatu hal yang terkait dengan kesehatannya. Karena Paul bersikeras, akhirnya pihak rumah sakit setuju melakukan pemindaian jantung (CAT scan). Hasil pemindaian menunjukkan adanya jaringan tumor yang menyebar luas di daerah pinggulnya dan telah berkembang menjadi penyakit kanker kelenjar getah bening stadium IV-satu jenis penyakit kanker yang mematikan. Sementara dirawat di bagian transplantasi organ rumah sakit tersebut untuk menunggu pelaksanaan transplantasi tulang sumsum, Paul merasa jantungnya terus berusaha untuk mengatakan sesuatu, lebih keras daripada sebelumnya. “Jantungku seolah-olah berkata bahwa ada banyak orang yang memiliki jantung yang ‘baik’ di sekelilingku, termasuk anak laki-laki dan istriku. Selanjutnya, apabila diresikokan dengan jantung mereka. Suara itu juga berkata bahwa meskipun diagnosis dokter tidak menggembirakan, aku sebenarnya ‘tidak menderita’ kanker. Yang sebenarnya terjadi adalah sel-sel di tubuhku lupa bagaimana melakukan reprodusi dengan cara yang seimbang dan harmonis.”
Setelah menjalani berbagai bentuk pengobatan: radiasi, cangkok tulang sumsum, dan berkat dukungan sungguh-sungguh dari orang-orang yang mencintainya, akhirnya Paul menyatakan bahwa kesehatannya telah pulih. Proses penyembuhan dirinya, dan cerita-cerita yang didengar Paul dari pasien lain selama pulih selama pengobatan berlangsung, telah mengilhami Paul untuk meneliti lebih jauh dugaannya bahwa otak dan jantung manusia saling berkomunikasi. Para penerima transplantasi organ dan keluarga mereka menjadi pusat penelitian Paul, melalui kisah-kisah menakjubkan yang mereka ceritakan kepadanya. The Heart’s Code (1999), yang memaparkan hasil wawancara Paul dengan 150 pasien penerima transplantasi organ dan keluarga mereka.
Cerita-ceritanya disertai bukti-bukti yang amat menakjubkan (meski ditulis dalam bentuk anekdot). Beberapa orang menyebutnya sebagai “ingatan selular”. Dalam bukunya, Paul menceritakan kisah seorang gadis cilik penerima donor jantung yang terus diganggu mimpi buruk, tentang dirinya yang dikejar-kejar sekelompok laki-laki. Mimpi-mimpi tersebut muncul beberapa saat setelah gadis menerima transplantasi organ. Setelah berbicara dengan sang gadis kecil, polisi berhasil menemukan kelompok pemuda yang telah membunuh sang donor. Seorang laki-laki berusia lima puluh dua tahun, dikejutkan deng keinginan secara tiba-tiba untuk mendengar lagu rock yang ingar-bingar. Teka-teki tersebut terjawab saat dia mengetahui bahwa orang yang mendonorkan jantung kepada dirinya ternyataseorang anak muda yang masih menyukai rock-and-roll. Seorang laki-laki berusia 41 tahun terus diganggu oleh bayangan-bayang dirinya yang dikelilingi oleh mesin berkekuatan tinggi, yang bias membunuhnya. Belakangan, laki-laki tersebut baru tahu bahwa jantung yang baru-baru ini dicangkokkan ke dalam tubuhnya, berasal dari seorang remaj putrid yang mati karena mobil yang dikendarainya ditabark sebuah kereta api. Seorang wanita tiba-tiba saja menderita rasa sakit pada bagian punggung bagian bawahnya setelah dia menerima transplantasi jantung dari seorang laki-laki yang yang mati tertembak di bagian punggung bawahnya. Laporan yang dibuat Pearsll menunjukkan bahwa kira-kira sepuluh pasien penerima transplantasi organ mengalami perubahan nafsu seksual, hobi, selera makan, atau ekspresi wajah mereka, atau munculnya masalah-masalah kesehatan yang sebelumnya tak pernah dialami secara tiba-tiba. Semua permasalahan tersebut terjadi setelah mereka menerima transplantasi organ. Kasus-kasus menarik yang diceritakan di atas, tentu saja tidak bisa membuktikan bahwa ingatan terletak pada sel-sel tubuh kita. Namun, hal itu telah memacu para ilmuwan untuk membuka kembali perdebatan sengit tentang sifat-sifat jantung dan ingatan. Apabila benar dugaan bahwa jantung bias “berpikir”, dan sel-sel tubuh bias mengingat, dan bahwa jiwa sebagian besar merupakan serangkaian ingatan seluler yang dibawa oleh jantung, oleh karenanya komunikasi tersebut dapat melintasi batas ruang dan waktu, mungkin tak lama lagi, kita harus mengakui bahwa dugaan yang berasal kebudayaan-kebudayaan kuno-yang menyatakan bahwa jantung bias mengingat-benar adanya!
***on The Great Memory Book, by Eric Jensen & Karen Markowit. USA: The Brain Store. 1999***